Kamis, 27 Agustus 2015

Konsep dan Hakekat Perundang-undangan Nasional



Konsep dan Hakekat Perundang-undangan Nasional

Bagaimana seharusnya seseorang bersikap dan   bertindak baik terhadap sesamanya maupun terhadap alam? Perbuatan-perbuatan apa saja yang dapat dilakukan oleh seseorang, dan perbuatan-perbuatan apa saja yang tidak boleh dilakukan oleh seseorang dalam  kehidupan bermasyarakat dan berbangsa? Agar dalam bersikap dan bertindak tidak saling merugikan di antara sesama manusia diciptakanlah seperangkat kaidah atau norma atau aturan. Hal ini dikarenakan setiap orang mempunyai keinginan dan kepentingan yang berbeda. Agar kepentingan yang satu dengan yang lainnya tidak saling bertubrukan dibuatkan seperangkat aturan. Jadi yang disebut kaidah adalah seperangkat aturan yang mengatur kehidupan manusia dalam bergaul dengan manusia lainnya.

Dalam hubungan antara manusia satu dengan manusia lainnya yang terpenting adalah bagaimana reaksi yang ditimbulkan dari hubungan tersebut, dan inilah yang menyebabkan tindakan seseorang menjadi lebih luas. Misalnya dia seorang guru, dia memerlukan reaksi apakah yang berbentuk punishment (hukuman) atau  reward (hadian/penghargaan) yang kemudian menjadi dorongan untuk melakukan tindakan-tindakan selanjutnya.

Soerjono Soekanto, menyatakan, bahwa sejak dilahirkan manusia telah mempunyai  dua hasrat atau keinginan pokok, yaitu :
1.    Keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain di sekelilingnya, yaitu masyarakat
2.    Keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam sekelilingnya.

Jadi  jelas, bahwa sejak dilahirkannya  dan secara kodrat manusia selalu ingin menyatu dengan manusia lain dan lingkungan sekitarnya dalam suatu tatanan kehidupanbermasyarakat untuk saling  berinteraksi dan memenuhi kebutuhan hidupnya satu sama lain.

Untuk dapat menyesuaikan diri dengan kedua lingkungan tersebut, manusia dikaruniai akal pikiran dan perasaan sebagai pendorong dalam beraktivitas. Melalui akal, pikiran dan perasaannya manusia menghasilkan berbagai barang kebutuhan hidup. Misalnya untuk
melindungi diri dari sengatan matahari, kucuran hujan, dan menghindari serangan binatang buas, manusia membuat rumah. Kemudian untuk mempertahankan kehidupannya manusia juga mencari dan menciptakan aneka makanan dan sebagainya.
Sebagai bagian dari masyarakat, kita harus dapat melaksanakan berbagai kaidah hidup yang berlaku di lingkungan masyarakat. Dengan demikian kita ikut berpartisipasi dalam  mewujudkan ketertiban di masyarakat. Ketertiban dan masyarakat tidak dapat dipisahkan satu
sama lain, bagaikan satu mata uang dengan dua sisinya. Mengapa? Cicero kurang lebih 2000 tahun yang lalu menyatakan: “Ubi societas ibi ius” artinya apabila ada masyarakat pasti ada kaidah (hukum). Kaidah (hukum) yang berlaku dalam suatu masyarakat mencerminkan corak dan sifat masyarakat yang bersangkutan.

Dengan adanya kaidah atau norma membuat setiap anggota masyarakat menyadari apa  yang menjadi hak dan kewajibannya. Perbuatan-perbuatan apa yang dibolehkan dan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukannya di masyarakat.

J.P. Glastra van Loan menyatakan, dalam menjalankan peranannya, hukum mempunyai fungsi :
1.    Menertibkan masyarakat dan pengaturan pergaulan hidup;
2.    Menyelesaikan pertikaian;
3.    Memelihara dan mempertahankan tata tertib dan aturan, jika perlu dengan kekerasan;
4.    Mengubah tata tertib dan aturan-aturan dalam rangka penyesuaian dengan kebutuhan masyarakat;
5.    Memenuhi tuntutan keadilan dan kepastian hukum dengan cara merealisasikan fungsi hukum sebagaimana disebutkan di atas.

Peraturan  ada yang  tertulis dan tidak tertulis. Contoh peraturan tertulis undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan daerah dan sebagainya. Contoh peraturan tidak tertulis adalah hukum  adat, adat istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan yang dilaksanakan dalam praktik penyelenggaraan negara atau  konvensi. Peraturan yang tertulis  memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.    Keputusan yang dikeluarkan oleh yang berwewenang,
2.    Isinya mengikat secara umum, tidak hanya mengikat orang tertentu, dan
3.    Bersifat abstrak (mengatur yang belum terjadi).

Ferry Edwar  dan Fockema Andreae menyatakan, bahwa perundang-undangan (legislation, wetgeving atau  gezetgebung) mempunyai dua pengertian, pertama perundang-undangan merupakan proses pembentukan atau proses membentuk peraturan perundang-undangan negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Kedua perundang-undangan adalah segala peraturan negara yang merupakan hasil pembentukan peraturan-
peraturan, baik  tingkat pusat maupun di tingkat daerah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar